Sunday, January 08, 2006

sajak-sajak cinta

kami duduk berdua di teras rumah. habis mandi ditemani kopi pahit berkepul. dia bercerita tentang hari ini. tentang hari yang ia benci. tentang perutnya yang makin berlipat, dan jari-jari kakinya yang semakin gemuk. dia bercerita tentang kopi yang terlalu pahit, dan menu sarapan hari ini.

demi pagi, maka percakapan berganti gelitik jari-jari.

aku mau mandi.

23 September 2005

cinta kami

cinta kami adalah cinta purba
cinta para serigala kepada semesta
cinta kami adalah cinta nista para durjana dan para pendosa

28 September 2005

cemas (lagi)

andai kamu di sini, aku akan memeluk kamu. mendekap kamu. meredakan dentum kecemasan dan kecamuk ketakutan dalam kepala kamu. karena setiap dekapan adalah kenyamanan luar biasa.

28 September 2005

yang kini terdiam

demi yang tak terbatas, persaksikanlah cinta kami.

8 Oktober 2005

karena

karena kalau rindu tak harus buntu.

25 Oktober 2005

apalagi

apa lagi yang ingin kau tahu, kasihku. karena sungguh aku hendak menelanjangi diri di hadapan kamu.

apalagi yang ingin kau tahu, sayangku. aku sungguh hendak bersederhana dengan kamu. aku ingin semuanya berjalan dengan menyenangkan, meski kita tak kuasa mengelak dari kerumitan yang datang tanpa mengetuk pintu dan memberikan nama dan alasan yang terang. karena katanya cinta itu sederhana. karena dalam sajak ada keyakinan kita bisa mencinta dengan sederhana.

apalagi yang kau ingin tahu, sayangku. aku akan ada di situ. di pojok itu, sepanjang hidup kita. kadang aku mengoceh tanpa interogasi dan bisa juga sunyi senyap tak bicara karena sakit.

apalagi yang kau ingin tahu, sayangku. karena keyakinan katanya bisa kita temukan di dada. karena itu kita mencari sebuah dekapan untuk mencari ketenangan.

6 November 2005

nasihat perkawinan

mencinta, anakku sayang, adalah menyediakan diri untuk terbakar. karena cinta, kata orang tuamu, adalah api yang membakar.

mencinta, anakku sayang, adalah menumbuhkan pohon kasih sayang di dadamu. setiap sentinya yang tumbuh adalah usahamu yang tak jera. adalah air matamu yang tak putus menyiram. adalah pupuk asa yang tak pernah pupus kamu berikan.

mencinta, anakku sayang, adalah mencipta kehidupan. serupa dengan sifat tuhan. jangan pernah mengabaikan ciptaanmu. karena cukuplah sikap abai membunuhnya.

karena anakku sayang, kamu mati dengan siapa yang kaucintai.

“akulah yang akan menguburmu tepat di samping kuburku”

11 November 2005

angin utara

angin utara, angin utara
bila kau datang menembus jendela
kusediakan wajah ini untuk kau terpa

angin utara, angin utara
membawa basah di udara
jangan kau taruh salju di dada

angin utara, angin utara
bukan karena dingin wajah ini memerah
tapi karena engkau hendak membawa aku berkelana

angin utara, angin utara
janji setia tanpa mantra
janji setia tanpa dusta

22 November 2005

musim dingin

Musim kawin sudah tiba
Angin utara berembus kencang
Membawa bongkahan salju, menembus kulitmu dan bersemayam dalam sumsum
Tibatiba semua orang ingin berdekapan

mantra agung

Tidak ada mantra agung di kamar ini
Selain buih di mulut

Percuma saja kaucari tuhan
Karena di hatimu cuma ada asap dan kayu yang terbakar

pelajaran sejarah

Bangkubangku sekolah saling mencontek di sini
Gaduh membisikkan nama sultan agung
Bertanya tentang rebutan takhta yang merenggut nyawa

Papan tulis juga pernah bercerita tentang dentum mortir
Dan rentetan senapan yang menghunjam penduduk negeri sendiri

hikayat baju dan celana

Secarik nama datang kepadamu, meminta baju dan celana
Dia datang dari negeri senja yang tak mengenal fajar
Sebagian dirimu bergumam, “Kita pernah bertemu, tapi entah di mana.”

The Immortals

Mari kuceritakan kepadamu tentang orangorang yang tak pernah mati
Mereka yang menyisakan napas di lembaran buram foto
Sebagian kau lihat mereka nyinyir, sebagian penuh kemarahan
Dan sebagian lagi sudah mati bahkan sebelum mereka hidup
Rasanya hidup adalah bongkahan batu yang terus menggelinding

menghentikan dentang jarum jam

Kelak kau akan menghentikan ocehanmu tentang cinta
Tentang dentum jantungmu saat berjumpa dia
Tentang kata-katamu, “Cintamu seperti bom, membuat aku meledak…”

Kelak kau akan menghentikan percakapan telepon di malam hari
Telepon yang kau dekap erat-erat di kuping
Di keremangan kamar
Lirih sekali kau sebut, ”Aku cinta kamu…”

Kelak kau akan menopang cintamu dengan tongkat
Yang sekarang menemani kakimu yang gemetar

rockin chair

Di atas kursi goyang itu
kakekmu menuliskan wasiat kepada cucunya untuk berlayar
Mencari harta karun di pulau sebelah Tenggara
Tapi dia lupa menyiapkan perahu dan kain layarnya
Dia keburu meninggal di kursi itu

gas panic

Sudahkah kau tangkap pencuri hatimu?
Dia yang berjalan di tengah malam
Perlahan di sisi jendelamu

Tiktok langkah itu membuat jantungmu berdebar

Engkau membayangkan cerita-cerita bajak laut
Yang kau dengar dari ibumu sejak kecil
Lalu kautarik selimut ke sekujur tubuh

Dia yang kaubayangkan berwajah suram
Berubah menjadi pengeran tampan
Yang mencari sebelah hatinya
Yang nyangkut di dadamu.