Saturday, March 18, 2006

Senja di Stasion

Ketika aku hendak meninggalkannya, dia mendekap erat sekujur badan ini
Ketika aku berhasil melepaskan dekapannya, dia meraih kakiku. Duduk bersimpuh menangis,
“Janganlah kau pergi, Ma.”
Aku mesti berangkat.
“Tak cintakah kau kepadaku?”
Sedikit mengarang, maka dia diam memegang erat ujung rokku.
“Jangan kau tinggal aku, Ma.”
“Pakailah baju terbaikmu. Kita akan naik sepur.”
Sampai stasion dia sudah lupa pernah meneteskan air mata
(Semua penumpang harap naik. Kereta akan segera diberangkatkan)
Kabin beku, kabin kaku. Jendela muram dan kipas angin menjerit membiru. Baja berdecit dan lokomotif melenguh.
Aku lihat tangan terbuka menerobos jendela, menyampaikan salam di lentik jemari yang menghilang dibawa matari menjelang magrib.
Aku melihat senja menelan anakku.

No comments: